MENEMANI angkatan kedua Cerdik Cendekia yang kini duduk di kelas tujuh, merupakan suatu kehormatan bagi kami. Betapa tidak. Mereka sudah digembeleng dengan pengetahuan dasar selama enam tahun–oleh para guru terbaik yang telah mengampu dengan segenap jiwa-raganya. Mereka sudah diajari bagaimana cara menanam. Maka kini tugas kami menuntun mereka cara merawat tanaman yang telah tertanam dalam dirinya masing².
Hal ikhwal yang harus segera kami ketahui adalah, “tanaman” jenis apa yang telah mereka tumbuh-suburkan selama di sekolah dasar. Demi mendapatkan jawaban paling akurat, tak ada jalan lain kecuali bertanya langsung pada para petani ilmu itu–satu demi satu.
Sebagian besar dari anak laki², terinspirasi oleh pesepakbola tersohor sejagat, Messi. Sisanya, ingin mengudara sebagai pilot, pengagum Habib Bahar, Habib Hasan, dan seorang habib yang kini tengah belajar serius di Makkah al Mukarromah, meninggalkan front yang telah ia komandoi sejak bertahun lalu. Tiga di antara santri kelas tujuh, kepengin jadi ulama besar. Satu sisanya, seorang yang paling mungil tubuhnya, “ingin pintar mengaji supaya bisa meninggalkan kebodohan,” begitu ucapnya sambil tersipu malu.
Barisan santriwati lain lagi ceritanya. Tiga orang dari mereka menggemari lagu dangdut berikut biduanitanya yang cantik jelita. Bagian yang terbesar, menyenangi dunia membaca, memasak, dan bercita² menjadi guru. Peta sederhana yang kami peroleh ini, adalah bekal terbaik dalam memilih-memilah langkah apa yang harus kami tempuh bersama mereka–tiga tahun ke depan.
Guru terbaik, bukan yang ilmunya seluas samudera, melainkan yang berhasil menunjukkan jalan mana yang harus ditempuh para murid sehingga mereka menemukan diri sendiri sepanjang perjalanan belajarnya. Mereka yang gemar mengolah masakan, hanya perlu dikenalkan pada cita rasa, meracik bumbu, rempah², tetumbuhan yang bisa dimakan, dan mungkin bila perlu, bagaimana mereka bisa hidup dari dunia masak-memasak itu. Tak perlu lagi mereka mendalami seluk-beluk fisika, matematika, atau geologi.
Sebagai anak kandung langit-bumi, sesungguhnya kami pantas bersyukur bisa terus belajar di mana saja. Kami ingin jadi pelajar hidup yang baik. Pembelajar sejati. Maka di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Alam takambang manjadi guru. Alam raya, menemani… []
Ren Muhammad, 25 Juli 1439 H