Kealamiahan Takdir

 

SORE yang ceria pada Senin, 10 September 2018, aku memandu kelas keputraan di hadapan anak² putri kelas tujuh & delapan sekolah Cerdik Cendekia. Pungkasan dari kelas ini adalah, kukatakan ke mereka bahwa seratus persen kaum lelaki di dunia ini akan memilih perempuan yang meski terlihat kasat tak cantik secara fisik, tapi tidak gampangan, berpikiran terbuka, telaten, santun, mudah diajak bercengkerama, murah senyum, rendah hati, penyayang, setia, & tentu penyabar. Bukan sebaliknya.

Sebagian besar anak² putri yang mendengar penuturanku ini unjuk rasa. Mereka menganggapku pilih kasih. Tapi aku paham arah protes mereka. Tanpa ba-bi-bu, kutantang mereka menanyai langsung kawan²nya yang lelaki, termasuk beberapa pemuda yang aktif membantu kami kerja bakti membangun sekolah. Hasilnya, semua anak lelaki yang mereka wawancarai, menyebut kategori yang kuajukan–meski dengan bahasa berbeda².

Tak puas dengan penelitian mandiri itu, seorang anak kembali padaku. Rosdiana, namanya. Anak inilah sesungguhnya target dari kelas keputraan kami sore itu. Dengan tingkahnya yang kenés, ia balik mengajukan pertanyaan padaku, “Kak, kumaha atuh kalau ambu saya di rumah nteu seperti yang tadi kita bahas?” Secara ringan dan dengan senyum simpul, kujawab begini, “Artinya abah kamu ditakdirkan berjodoh dengan perempuan yang akan melatihnya bersabar terus-menerus sampai akhir hayat. Kamu anak yang beruntung.”

Rosdiana yang biasa disapa Kupeh oleh rekan²nya itu, tersenyum malu, sambil menggaruk² kepala. Tulisan ini jelas bukan mengarah ke soal jodoh hidup-mati. Tapi kealamiahan. Bukan pula penghakiman. Toh pada kenyataannya, sedikit sekali perempuan yang benar² bisa begitu–dan kaum lelaki tetap menerima pasangannya sepenuh hati. Demikian. []

Sepatan, 18 September 1440 H