
Dok. Pribadi Cerdik Cendekia
DULU sekali, saat masih sinau di madrasah, saya nyaris tak paham bagaimana pelajaran aqidah-akhlak dipraktikkan dalam hidup keseharian. Ilmu ushuluddin kok disandingkan dengan perkara akhlak. Kitab yang dikaji pun sama sekali tak membabar ikhwal menguji coba bangunan ilmu tersebut secara baik dan benar secara praktikal.
Seiring waktu berjalan, baru saya tahu kemudian, betapa ranah akhlak dan aqidah memang setali tiga uang. Agama mestinya tak melulu jadi laku ibadah individual. Lebih dari itu, agama adalah ruang publik yang privat. Kesalehan pribadi harus berbanding lurus dengan kesalehan sosial. Semakin agamis manusia, ia harus kian peka berbagi. Mawas pada liyan dan juga diri sendiri
Sejak ikut mendirikan sekolah Cerdik Cendekia sebulan lalu, kami mulai dihadapkan pada anakanak manusia yang ajaib. Serbaneka prilaku dan karakternya. Satu di antara mereka bernama Imam al Ghoni (Pemimpin yang Kaya). Anak ini, kerap jadi biang kerok di kelas. Tapi daya tangkap pikirannya tak bisa diragukan. Ibu-bapaknya berpisah jalan. Bahtera rumah tangga mereka karam. Keduanya pergi tak kembali. Imam pun dirawat nenenda tercinta. Beberapa hari lalu, ibu Farkhah berinisiatif merangkul Imam dengan menggunting kukunya yang menghitam panjang. Melihat adegan yang luarbiasa manis itu, saya tak henti bersyukur pernah beroleh pelajaran berharga yang sulit diurai dengan kata–namun menancap jauh di lubuk hati. []
Ren Muhammad, 24 Agustus 1438 H