PADA 1952, psikolog berkebangsaan Amerika, Gordon Exner, membuka disertasinya yang paling terkenal dengan pernyataan berikut, “Bila ada enam milyar manusia yang menghuni planet ini, maka akan ada enam milyar jenis pikiran, kepribadian, dan watak yang berbeda. Karena kondisi psikologis, karakter, dan kepribadian tiap manusia berbedabeda. Semua manusia adalah unik.”
Tapi, pada tulisan terakhir yang ditulisnya sebelum ia wafat, Gordon mengubah pernyataan itu dan mengakhirinya sebagai berikut, “Pada kenyataannya, semua itu hanyalah enam milyar pengejawantahan berbeda dari (satu orang).” Adam. Dari dalam dirinya lah (tulang sulbi) tuhan mengeluarkan Hawa (keinginan) yang sebelumnya tersembunyi. Sejatinya, Adam hanya sedang melihat dirinya belaka pada ibu Hawa. Mereka setubuh, dua jiwa. Setingkat, namun tak sederajat.
Dari Adam pula kita berhutang pengetahuan tentang jati diri. Sebelum kita mengada, ia telah menyimpan segala potensi manusia yang lahir kemudian. “Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam namanama (bendabenda) seluruhnya… (al-Baqarah [2]: 31-33). Nama Adam, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berarti ciptaan (yang tercipta dari ketiadaan). Begitulah kodrat semua kita. Dicipta untuk mengada, dan hanya untuk kembali tiada.
Pengetahuan yang kita miliki, tak pernah melampaui khazanah ketiadaan itu. Seluas dan setinggi apa pun pengetahuan kita, hanya berkutat dan berujung pada kekosongan belaka. Sekadar menumbuhkan kesadaran ikhwal ketidaktahuan yang hakiki. Misterius. Sulit dimafhumi. Uniknya, ketiadaan yang jadi kodrat kita ini, bisa dimaknai sebagai keberadaan. Saya yakin, sampai di sini banyak di antara rekan pembaca yang pusing kepala. Jangan khawatir, Anda tidak sendirian.
Masih banyak manusia yang tak peduli pada urusan kediriannya. Sekolah Kehidupan tak membuat mereka sadar mau apa dengan yang ada pada dirinya. Terlalu banyak kesiasiaan di jagat manusia. Terlampau berlimpah katakata tak berguna yang meluncur begitu saja. Tak lagi ada pikiran terbarukan. Sulit mencari dan menengarai siapa di antara kita yang sanggup mengerti rahasia besar panggung sandiwara semesta ini. Nun jauh di belakang sejarah, pernah ada masa ketika Sekolah Misteri berhasil mengajari muridmuridnya cara kembali ke tuhan, melalui tuhan, bersama tuhan, dan kepada tuhan. []