Maha Guru: Kiyai Muhammad Manshur

Dari Kuli Panggul menjadi Kiyai

MAHAGURU—TOKOH kita kali ini adalah seorang ulama terkemuka yang lahir pada medio 1880-an di sebuah desa kecil di Klaten, Jawa Tengah. Sejak kecil, ia telah menunjukkan minat dan kecerdasan luar biasa dalam mempelajari Islam.

Berasal dari keluarga yang sangat taat, Manshur muda tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dan pendidikan agama. Tidak mengherankan jika kemudian dirinya terjun ke dunia keilmuan Islam sejak usia dini.

Pendidikan awal Muhammad Manshur dimulai di beberapa pesantren tradisional di sekitar Klaten. Dalam perjalanan belajarnya, ia dibimbing oleh para ulama terkemuka yang memiliki pemahaman mendalam tentang Al-Qur’an, Hadist, Fiqh, serta ilmu tradisional Islam lainnya. Masa mudanya dihabiskan dengan tekun mempelajari kitab-kitab klasik Islam, seperti karya Imam Syafi’i dan Imam Ghazali, yang kelak menjadi fondasi intelektual dalam hidupnya.

Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu, santri Manshur pun merasa terpanggil untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat melalui pendidikan. Pada 1926, ia mendirikan Pondok Pesantren Al Manshur di desa Popongan, Klaten. Keputusan ini didorong oleh visinya untuk menciptakan lembaga pendidikan agama yang tidak hanya fokus pada pembelajaran agama semata, tetapi juga menyiapkan generasi muda yang memiliki keterampilan praktis dan mampu berkontribusi bagi masyarakat sekitar.

Pondok Pesantren Al Manshur segera menarik perhatian masyarakat. Pesantren ini menjadi magnet bagi santri dari berbagai wilayah di Jawa Tengah, bahkan dari luar daerah. Di bawah kepemimpinan KH. Manshur, pesantren tersebut tidak hanya menjadi pusat pembelajaran agama, tetapi juga pusat kehidupan sosial yang dinamis. Selain memberikan pengajaran tentang ilmu-ilmu agama, KH. Manshur juga mendorong para santrinya untuk menguasai keterampilan praktis seperti pertanian dan kerajinan, sesuai dengan kebutuhan masyarakat agraris pada masa itu.

Warisan sosial KH. Muhammad Manshur terlihat jelas dalam bagaimana ia membangun komunitas di sekitar pesantren. Melalui pendidikan yang ia berikan, para santri diajarkan nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan kepedulian sosial. Santri-santrinya tidak hanya dididik untuk menjadi ulama yang menguasai ilmu agama, tetapi juga menjadi anggota masyarakat yang mampu memimpin dan berkontribusi bagi kemajuan sosial di lingkungannya.

Intelektualitas KH. Manshur tampak dalam pendekatan pendidikannya yang holistik. Ia berhasil menggabungkan tradisi keilmuan Islam dengan realitas lokal. Bagi Kiyai Manshur, ilmu agama bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi harus diintegrasikan dengan kehidupan sehari-hari. Pesantrennya menjadi wadah yang mengajarkan pentingnya menjaga tradisi agama sambil tetap terbuka terhadap perubahan sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat.

Kiyai Manshur juga dikenal sebagai seorang pendidik yang inklusif. Pesantren Al Manshur menerima santri dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi. Hal ini menunjukkan betapa besar perhatian KH. Manshur terhadap pendidikan yang merata bagi semua lapisan masyarakat. Baginya, pesantren bukan hanya tempat belajar, tetapi juga tempat untuk membangun solidaritas sosial dan mewujudkan keadilan melalui pendidikan.

Sanad guru-murid KH. Muhammad Manshur juga menjadi salah satu warisan intelektualnya yang tak ternilai. Para santrinya yang kelak menjadi ulama terkemuka turut menyebarkan pengaruh Pesantren Al Manshur ke berbagai penjuru Nusantara. Hal ini membuat ajaran dan visi KH. Manshur terus hidup dan berkembang di kalangan umat Islam Indonesia, jauh setelah wafatnya.

Beberapa santri Kiyai Muhammad Manshur yang kemudian menjadi ulama dan kiyai terkemuka melanjutkan warisan keilmuan dan perjuangannya antara lain:

  1. KH. Anwar Zahid: Seorang mubaligh terkenal dari Bojonegoro yang banyak menimba ilmu di Pondok Pesantren Al Manshur. Beliau kemudian dikenal dengan gaya ceramah yang segar dan penuh humor, namun sarat makna dan nasihat agama.
  2. KH. Abdul Karim: Seorang kiyai yang mendirikan Pondok Pesantren di kawasan Boyolali. Santri dari KH. Manshur ini terus menyebarkan ajaran Islam dengan mendirikan lembaga pendidikan dan berperan dalam kehidupan masyarakat.
  3. KH. Muhammad Saifuddin Zuhri: Seorang kiyai yang aktif dalam dunia dakwah dan pendidikan di wilayah Klaten dan sekitarnya, melanjutkan tradisi keilmuan yang diajarkan oleh KH. Manshur.
  4. KH. Ahmad Dahlan: Salah satu santri yang menjadi pemimpin pesantren di luar Klaten dan dikenal karena ajaran yang sangat menekankan pentingnya fiqh dan tasawuf.

Sedangkan terkait sanad guru KH. Muhammad Manshur, sebelum beliau mendirikan Pondok Pesantren Al Manshur, beliau menimba ilmu dari beberapa ulama besar di Jawa, yang di antaranya:

  1. KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah): Sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia, KH. Ahmad Dahlan memiliki pengaruh besar terhadap pengajaran KH. Manshur, terutama dalam pendekatan Islam yang lebih modern dan kontekstual.
  2. Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul Ulama): KH. Manshur pernah belajar di bawah bimbingan KH. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Dari beliau, KH. Manshur mendalami kitab-kitab klasik (kitab kuning) dan pemahaman mendalam tentang fiqh Syafi’i.
  3. Syaikhona Kholil Bangkalan: Salah satu ulama besar dari Madura, yang sangat dihormati oleh para ulama Nusantara, termasuk KH. Manshur. Dari beliau, KH. Manshur mendapatkan pengajaran dalam ilmu tauhid, tasawuf, serta sanad keilmuan yang kuat.
  4. KH. Abdul Karim (Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo): KH. Manshur juga sempat belajar di Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan KH. Abdul Karim. Di sinilah beliau memperdalam ilmu-ilmu keislaman, terutama dalam bidang fikih dan adab santri.

Melalui bimbingan dari para ulama besar tersebut, KH. Muhammad Manshur mengembangkan pesantrennya dengan fondasi keilmuan yang kokoh, serta mencetak generasi santri yang menjadi penerus tradisi Islam di Nusantara.

Di bawah kepemimpinannya, Pondok Pesantren Al Manshur Popongan bukan hanya berkembang sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pusat kebudayaan Islam yang penting. KH. Manshur memainkan peran besar dalam melestarikan tradisi-tradisi lokal yang sejalan dengan ajaran Islam, serta mengintegrasikannya ke dalam kehidupan pesantren. Dengan demikian, pesantrennya menjadi titik temu antara agama dan budaya, sebuah ciri khas yang bertahan hingga kini.

Kepemimpinan KH. Manshur yang bijaksana dan kharismatik, membuatnya dihormati tidak hanya oleh santri dan masyarakat pesantren, tetapi juga oleh kalangan ulama dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Ia diingat sebagai seorang ulama yang tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan kepemimpinan spiritual yang kuat. Hal ini menjadikannya teladan bagi banyak orang, terutama dalam hal keteladanan hidup sederhana, ikhlas, dan selalu berbuat untuk kemaslahatan umat.

Warisan KH. Muhammad Manshur terus berlanjut hingga kini melalui Pondok Pesantren Al Manshur yang ia dirikan. Pesantren tersebut masih berdiri kokoh dan terus melahirkan generasi-generasi ulama dan pemimpin masyarakat yang berpegang pada nilai-nilai yang diajarkan oleh KH. Manshur. Di tengah perubahan zaman, pesantren ini tetap mempertahankan komitmennya terhadap pendidikan agama dan pengembangan sosial, sebagaimana dicita-citakan oleh pendirinya.

Secara intelektual, sosial, dan budaya, KH. Muhammad Manshur telah meninggalkan warisan yang luar biasa. Pondok Pesantren Al Manshur Popongan kini menjadi bagian integral dari sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Melalui santri-santri yang telah dididik di sana, pesantren ini terus berkontribusi bagi perkembangan keilmuan Islam dan kehidupan masyarakat, tidak hanya di Klaten, tetapi di seluruh Indonesia.

Dengan segala warisan yang telah ia tinggalkan, KH. Muhammad Manshur diingat sebagai seorang pionir dalam dunia pendidikan Islam, seorang pemimpin yang visioner, dan seorang ulama yang mendalam pengetahuannya serta tulus pengabdiannya. Hingga hari ini, sosoknya masih dikenang dengan penuh rasa hormat, dan pesantrennya tetap menjadi salah satu mercusuar keilmuan dan kebajikan di tanah Jawa. [®]

Ren Muhammad