Sekolah kami, Cerdik Cendekia, dibangun berdasar impian para pendidik tangguh. Guru² kami adalah manusia pilihan yang dilahirkan dari rahim pengabdian. Sebab tak satu pun mereka mendapat upah bulanan selama mengajari kami. Tak hanya begitu. Mereka juga lah yang giat mencarikan dana tuk membangun sarana belajar kami. Demikianlah menurut yang kutahu. Setidaknya selama setahun belakangan ini, pembangunan gedungnya masih belum selesai. Bahkan masih teramat jauh dari layak.
Sementara itu pula kami jadi sering belajar di aula sekolah tetangga sebelah. Walau pedih perih menghampiri hati, kami tetap semangat. Tekad kami menuntut ilmu juga tak pernah pudar. Saban hari kami belajar di aula itu. Apabila sang empunya tempat hendak memakai aula, maka kami terpaksa pindah belajar ke rumah kak Hadi, guru kami yang Budiman. Kadangkala kami belajar di mana saja, yang penting nyaman.
Sekali waktu, ada saja cibiran mendarat ke telingaku, tentang sekolah kami yang sangat apa adanya. Tapi kami tetap bersabar. Anehnya lagi, si tetangga sebelah itu tidak tahu diri. Padahal sekolah mereka didirikan oleh guru kami yang Budiman itu. Namun mau bagaimana lagi. Semua telah berlalu. Nanti waktu yang kan menguji kami. Lebih anehnya lagi, guru kami yang Budiman itu tetap tenang saja. Ia kerap tersenyum bahagia. Itulah yang membuatku bangga padanya. Aku senang sekolah di Cerdik Cendekia. Sekolah yang bikin betah belajar. Seolah kami sedang berada di rumah & bersama orangtua sendiri. []
Yusuf Triswana
27 September 2018