(Foto: Murid perempuan tingkat 7 Cerdik Cendekia sedang menyiapkan makan)
Pembangunan saung belajar sempat tertunda. Baru sabtu (03/02/18) kemarin kami beroleh kesempatan meneruskannya. Seperti yang sudah-sudah, pembangunan dikerjakan oleh anak-anak angkatan pertama tingkat 7 SMP Cerdik Cendekia. Tak mau ketinggalan, generasi pertama Cerdik Cendekia Institute yang rata-rata anak-anak SMA dari sekolah lain juga turut serta.
“Kami tak latihan teater. Kami baru saja membangun Bangsa.”, ujar Sanjay, murid tingkat 9 dari sekolah seberang. Sudah beberapa bulan belakangan Sanjay bersama teman-temannya merelakan diri membangun saung belajar.
(Foto: Sanjay [kiri] dan Yadi [kanan] membuat adukan semen)
Pemuda Kampung Babakan, Ciseeng ini awalnya hanya ikut nongkrong dan ngobrol-ngorol dengan beberapa pengajar di rumah Cak Hadi, Pendiri SMP Cerdik Cendekia. Kegelisahan Sanjay dan teman-teman pada diri masing-masing membuat mereka betah duduk hanya untuk menggali ilmu. Ya, pemuda-pemuda yang sedang bertumbuh ini merisaukan jati dirinya.
Hingga waktu membawa perbincangan demi perbincangan menuju gagasan-gagasan baru. Di bentuk lah kelompok teater guna membantu mereka belajar menemukan bakat-bakat yang terabaikan. Tak cukup berteater, pemuda-pemuda haus ilmu ini juga berharap bisa belajar banyak hal. Dua pendiri SMP Cerdik Cendekia pun sepakat, mereka butuh wadah yang lebih besar. Maka dipersiapkan lah Cerdik Cendekia Institute.
Sanjay, serta anak-anak ini bukan hanya sedang membangun Saung Belajar. Mereka bahu membahu membangun perubahan untuk diri masing-masing. Tak heran melihat mereka bekerja dengan suka rela.
(Foto: Murid Cerdik Cendekia dibantu warga kerja bakti membangun Saung Belajar)
Hari minggunya, beberapa orang tua di desa datang ke sekolah. Mereka juga merelakan diri membantu adik-adik membangun sekolah. Cak Hadi pun menjelaskan, “Para orang tua ini tak satupun yang anaknya sekolah di cerdik Cendekia. Saya mengenalnya semasa belum ada sekolah. Mereka main ke sekolah beberapa malam yang lalu dan baru tahu perihal diriku. Mereka kerja bakti seperti saat saya bangun gedung sekolah lama 2008 lalu.”
Kartina, seorang pengajar yang baru bergabung dengan Cerdik Cendekia pun mengaku terkesan. “Melihat mereka bekerja, sprti bukan otot yg bekerja… Tapi nurani?.”, ujarnya meramaikan obrolan di grup sekolah kami malam itu.
Ren Muhammad, yang juga salah seorang pendiri sekolah pun menanggapi obrolan kami malam itu. “Panggilan cinta.”, katanya. “Hidup adalah perjalanan cinta kasih dibalut sayang.”
Ya, setidaknya itu lah yang kami rasakan. Proses saling mencintai telah menguatkan pondasi Saung Belajar. Kasih memberi segenap tenaga. Dan rasa sayang pun merawat semangat agar terus menyala. Siapa sangka, sekolah ini terus bertumbuh disertai keajaiban demi keajaiban. Mungkin kah Cinta penyebabnya?
Luqman l-Hakim
Senin, 5 Februari 2018