Bahagia Dalam Kebaikan

Sebening embun pagi, sehangat mentari, dan seindah cahaya rembulan malam hari. Begitulah sekiranya jika Bunda ungkapkan rasa bahagia ketika hadirnya dirimu di dunia ini, Anandaku.

Sejenak terbayang kehangatan dan kebersamaan yang akan kita jalani. Tawa gelimu, senyum manis dan canda gurau yang mungkin sampai membuatku bertingkah seperti anak kecil lagi di hadapanmu. Namun di balik itu semua, terselip tanggungjawab besarku hingga akhirat nanti, yaitu mendidikmu–yang tak semudah membesarkanmu.

Kala itu Bunda seperti kertas putih tanpa goresan tinta sedikitpun mengenai pengetahuan mendidik anak. Apakah akan menggunakan metode pendidikan otoriter yang pernah Bunda alami, ataukah pendidikan _bablas_ seperti yang Ayahmu alami. Sedangkan kedua metode itu tak berarti apa-apa dan tak berhasil membanggakan kedua orang tua Bunda.

Ingin baik, tapi tak berbuah baik. Selalu salah atau biasa-biasa saja. Bunda juga ingin sekali kamu jadi anak baik dan berkarakter baik. Tapi Bunda tidak mengerti, sebenarnya seperti apakah “baik” itu? Maka Bunda putuskan untuk mengganti kata “baik” dengan kata “bahagia”. Ya, kamu harus bahagia. Akan Bunda ajari kamu apa itu kebahagiaan, tentunya kebahagiaan yang positif. []

 

Riri