Berbagi

Nikmah bin Abdullah, itu namaku. Kau boleh saja panggil aku Imah. Kubayangkan ayahku bersuka cita seraya berguling-guling karena kelahiranku. Anugerah yang tak terkira, barangkali. Tak hanya itu, rasa bahagia juga tersemat dalam namaku.

Kebahagiaan ayah dan ibuku dahulu, bisa kurasakan sekarang. Tapi entah kenapa, aku begitu sulit mendapatkan buah hati. Jika aku tahu sebelumnya bahwa semua itu karena ada yang menghendakinya, mungkin aku tak perlu bersusah-susah periksa kemana-mana. Saudara, tetangga, tukang sayur, dokter kandungan, dokter saraf, psikolog, penjual jamu gendong, hingga tukang sayur dan dukun kampung. Semuanya nihil.

Keajaiban justru terjadi ketika aku dan keluargaku pindah ke Bogor. Karena kesukaanku mengajar, maka kuabdikan diriku di sekolah yang jauh dari keramaian. Anak-anak kampung membuatku lupa akan masalahku. Keceriaan, kepolosan, dan tingkah anak-anak yang jika boleh kuibaratkan laiknya penghuni pinggiran surga–karena senyum bahagia yang tiada batas, membuat hari-hariku penuh semangat. Bahkan tak jarang, aku tertidur menjelang pagi hanya karena memikirkan mereka.

Aku tidak tahu bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan energi yang melebihi kapasitasku. Namun yang tak kusangka, justru dalam kesibukan dan kelelahanku itulah, kudapatkan buah hati yang tak diduga-duga. Begitu mudah nyaris tanpa rencana. Apakah semua ini karena kesudianku untuk berbagi? Entahlah.

 

Senin, 28 Agustus 2017

Hadi Surya